Tuesday, November 22, 2011

All About PAPUA

VERSI LEGENDA
 
Dahulu kala, di Kampung Sopen, Biak Barat tinggal sebuah keluarga yang memiliki beberapa anak laki-laki. Salah satu anak tersebut bernama Mananamakrdi.

Ia sangat dibenci oleh saudara-saudaranya karena seluruh tubuhnya dipenuhi kudis, sehingga siapa pun tak tahan dengan baunya. Maka, saudara-saudaranya selalu meminta Mananamakrdi tidur di luar rumah. Jika Mananamakrdi melawan, tak segan-segan saudara-saudaranya akan menendangnya keluar hingga ia merasa kesakitan.
Suatu hari, saudara-saudaranya sudah tak tahan dengan bau kudis itu. Maka, Mananamakrdi diusir dari rumah. Dengan langkah gontai, Mananamakrdi berjalan ke arah timur. Sesampai di pantai, diambilnya satu perahu yang tertambat. Diarunginya laut luas hingga ia menemukan sebuah darat­an yang tak lain adalah Pulau Miokbudi di Biak Timur.

Ia membuat gubuk kecil di dalam hutan. Setiap hari ia pergi memangkur sagu untuk mencukupi kebutuhan makannya. Selain itu, ia juga membuat tuak dari bunga kelapa. Kebetulan di hutan itu terdapat beberapa pohon kelapa yang dapat disadapnya.

Setiap sore, ia memanjat kelapa, kemudian memotong manggarnya. Di bawah potongan itu diletakkan ruas bambu yang diikat. Hari berikutnya, ia tinggal mengambil air nira itu kemudian dibuat tuak.

Suatu siang, ia amat terkejut, nira di dalam tabungnya telah habis tak bersisa. Mananamakrdi sangat kesal. Malam itu ia duduk di pelepah daun kelapa untuk menangkap pencurinya. Hingga larut malam pencuri itu belum datang. Menjelang pagi, dari atas langit terlihat sebuah makhluk memancar sangat terang mendekati pohon kelapa tempat Mananamakrdi bersembunyi. Makhluk itu kemudian meminum seluruh nira. Saat ia hendak lari, Mananamakrdi berhasil menangkapnya. Makhluk itu meronta-ronta.

“Siapa kamu?” tanya Mananamakrdi.

“Aku Sampan, si bintang pagi yang menjelang siang. Tolong lepaskan aku, matahari hampir menyingsing,” katanya memohon.

“Sembuhkan dulu kudisku, dan beri aku seorang istri cantik,” pinta Mananamakrdi.

“Sabarlah, di pantai dekat hutan ini tumbuh pohon bitanggur. Jika gadis yang kamu inginkan sedang mandi di pantai, panjatlah pohon bitanggur itu, kemudian lemparkan satu buahnya ke tengah laut. Kelak gadis itu akan menjadi istrimu,” kata Sampan. Mananamakrdi kemudian me­lepaskan Sampan.

Sejak itu setiap sore Mananamakrdi duduk di bawah pohon bitanggur memperhatikan gadis-gadis yang mandi. Suatu sore, dilihatnya seorang gadis cantik mandi seorang diri. Gadis itu tak lain adalah Insoraki, putri kepala suku dari Kampung Meokbundi. Segera dipanjatnya pohon bitanggur. Kulitnya terasa sakit bergesekan dengan pohon bitanggur yang kasar itu. Diambilnya satu buah bitanggur, dan dilemparnya ke laut.

Bitanggur itu terbawa riak air dan mengenai tubuh Insoraki hingga ia merasa terganggu. Dilemparnya buah itu ke tengah laut. Namun, buah itu kembali terbawa air dan mengenai Insoraki. Kejadian itu berlangsung berulang-ulang hingga Insoraki merasa jengkel. Ia kemudian pulang.

Beberapa hari kemudian, Insoraki hamil. Kejadian aneh di pantai ia ceritakan kepada orangtuanya. Tentu saja orangtuanya tak percaya. Beberapa bulan kemudian, Insoraki melahirkan seorang bayi laki-laki. Saat lahir, bayi itu tak menangis, namun tertawa-tawa. Beberapa waktu kemudian, diadakan pesta pemberian nama. Anak itu diberi nama Konori.

Mananamakrdi hadir dalam pesta itu. Saat pesta tarian berlangsung, tiba-tiba Konori berlari dan menggelendot di kaki Mananamakrdi.

“Ayaaah ...,” teriaknya. Orang-orang terkejut. Pesta tarian kemudian terhenti.

Akhirnya, Isoraki dan Mananamakrdi dinikahkan. Namun, kepala suku dan penduduk kampung merasa jijik dengan Mananamakrdi. Mereka pun meninggalkan kampung dengan membawa semua ternak dan tanamannya. Jadilah kampung itu sepi. Hanya Mananamakrdi, Insoraki, dan Konori yang tinggal. Suatu hari, Mananamakrdi mengumpulkan kayu kering, kemudian membakarnya. Insoraki dan Konori heran. Belum hilang rasa heran itu, tiba-tiba Mananamakrdi melompat ke dalam api. Spontan, Insoraki dan Konori menjerit. Namun ajaib, tak lama kemudian Mananamakrdi keluar dari api itu dengan tubuh yang bersih tanpa kudis. Wajahnya sangat tampan. Anak dan istrinya pun gembira. Mananamakrdi kemudian menyebut dirinya Masren Koreri yang berarti pria yang suci.

Beberapa lama kemudian, Mananamakrdi mengheningkan cipta, maka ter­­bentuklah sebuah perahu layar. Ia kemudian mengajak istri dan anaknya berlayar sampai di Mandori, dekat Manokwari.

Pagi-pagi buta, anaknya bermain pasir di pantai. Dilihatnya tanah berbukit-bukit yang amat luas. Semakin lama, kabut tersibak oleh sinar pagi. Tampak pegunungan yang amat cantik. Tak lama ke­­mudian matahari bersinar terang, udara menjadi panas, dan kabut pun lenyap.

“Ayah ... Irian. Iriaaan,” teriak Konori. Dalam bahasa Biak, irian berarti panas.

“Hai, Anakku, jangan memekik begitu. Ini tanah nenek moyangmu,” kata Mananamakrdi.

“Iya, Ayah. Maksud Konori, panas matahari telah menghapus kabut pagi, pemandangan di sini indah sekali,” kata Konori.

Konon, sejak saat itu wilayah tersebut disebut dengan nama Irian. Air laut yang membiru, pasirnya yang bersih, bukit-bukit yang menghijau, dan burung cendrawasih yang anggun dan molek membuat Irian begitu indah.

******************


VERSI POLITIK/SEJARAH

IRIAN artinya Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”. (Buku PEPERA 1969 terbitan tahun 1972, hal. 107-108).

Nama Irian diciptakan oleh seorang Indonesia asal Jawa bernama Soegoro, bekas buangan Digul-Atas tetapi dibebaskan sehabis Perang Dunia kedua dan pernah menjabat Direktur Sekolah Pendidikan administrasi pemerintahan di Hollandia antara tahun 1945-1946.

Perubahan nama Irian Barat menjadi Irian Jaya, terjadi pada tahun 1973, juga mengandung arti politik. Regiem Militer Indonesia tidak menginginkan adanya pembagian Pulau Papua menjadi dua dan berambisi guna menguasai seluruhnya. Pendirian ini berdasarkan pengalaman tetang adanya dua Vietnam-Selatan dan Utara, tentang adanya dua Jerman-Barat dan Timur, dan tentang adanya dua Korea-Selatan dan Utara. Irian Jaya, Irian yang dimenangkan.

Jaya, victoria atau kemenangan. Jika huruf “Y” dipotong kakinya, maka akan terbaca Irian Java alias Irian Jawa.

Sejarah Nama Papua



  • Pada sekitar Tahun 200 M , ahli Geography bernama Ptolamy menyebutnya dengan nama LABADIOS. Mengapa disebut demikian, belum diketahui.
  • Pada akhir tahun 500 M, pengarang Tiongkok bernama Ghau Yu Kua memberi nama Tungki, dan pada akhir tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menggunakan nama Janggi.
    • Nama Tungki dan Janggi telah mengundang berbagai pendapat, kemungkinan nama TUNGKI yang sudah berubah dalam sebutannya menjadi JANGGI atau sebaliknya.
  • Pada akhir tahun 1300, Majapahit menggunakan dua nama, yakni WANIN dan SRAM.
    • Nama Wanin, tentu tidak lain dari semenanjung Onin di daerah Fak-Fak
    • Nama SRAM, ialah pulau Seram di Maluku. Ada kemungkinan, budak yang dibawa dan dipersembahkan kepada Majapahit berasal dari Onin dan yang membawanya ke sana adalah orang Seram dari Maluku, sehingga dua nama ini disebut.

  • Tidore memberi nama untuk pulau ini dan penduduknya sebagai PAPA-UA yang sudah berubah menjadi PAPUA.
  • Pada tahun 1545, Inigo Ortiz de Retes memberi nama NUEVA GUINEE dan ada pelaut lain yang memberi nama ISLA DEL ORO yang artinya Pulau Emas.
  • Nama Nueva Guinee kemudian di-Belanda-kan menjadi NIEUW GUINEA. Pada tahun 1956, Belanda merubah nama Niew Guinea menjadi NEDERLANDS NIEUW GUINEA. Perubahan nama Nieuw Guinea menjadi Nederlands Nieuw Guinea mengandung maksud positif dan maksud negatif:
    • Positifnya ialah karena nama Nieuw Guinea sering dihubungkan dengan sejarah Hindia Belanda (Nederlands Indie) terutama pihak Indonesia sering menggunakan ini sebagai alasan menuntut Nieuw Guinea dari Belanda. 
    • Negatifnya ialah bahwa sebelum Nieuw Guinea dijual, lebih dahulu dijadikan milik Belanda. Hal ini terbukti kemudian bahwa Nederlands Nieuw Guinea bersama Nederlands Onderdaan yang hidup di atasnya dijual kepada Indonesia pada 1962. Belanda merasa berhak berbuat demikian karena sejak 1956, West Papua telah dijadikan miliknya.


Apa yang dilakukan Pemerintah Belanda di masa itu, parallel dengan tindakan Synode Gereja Hervormd Belanda sebab pada tahun 1956 itu juga, melepaskan tanggung-jawabnya kepada Dewan Gereja-Gereja di Indonesia.

  • Pada tahun 1961, Komite Nasional Papua yang pertama menetapkan nama PAPUA BARAT. Pada masa Pemerintahan Sementera PBB (UNTEA), menggunakan dua nama, WEST NEW GUINEA dan WEST IRIAN.

  • Pada tanggal 1 Mei 1963, Republik Indonesia menggunakan nama IRIAN BARAT.
  • Setelah Proklamasi kemerdekaan tanggal 1 Juli 1971, Pemerintah Revolusioner sementara Republik West Papua di Markas Victoria, menggunakan nama WEST PAPUA.
  •  Pada tahun 1973, Pemerintah Republik Indonesia di West Papua merubah nama IRIAN BARAT menjadi IRIAN JAYA.

  • Pada tahun 2000 nama Irian Jaya kembali menjadi Papua hingga kini.

ARTI NAMA PAPUA
Nama Papua, aslinya Papa-Ua, asal dari bahasa Maluku Utara. Maksud sebenarnya bahwa di pulau ini tidak terdapat seorang raja yang memerintah disini sebagai seorang bapak, itulah sebabnya pulau dan penduduknya disebut demikian.

Papa-Ua artinya anak piatu. Dari sekian nama yang sudah disebut, Komite Nasional Papua pada tahun 1961, memilih dan menetapkan nama PAPUA., karena rakyat di sini kelak disebut bangsa Papua dan tanah airnya Papua Barat (West Papua).

Alasan memilih nama Papua, karena sesuai dengan kenyataan bahwa penduduk pulau Papua sejak nenek moyang tidak terdapat dinasti yang memerintah atau raja di sini sebagaimana yang ada dibagian bumi yang lain.  
Orang Papua berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Tidak ada yang dipertuan untuk disembah dan tidak ada yang diperbudak untuk diperhamba.

Raja-raja yang tumbuh seperti jamur di Indonesia, adalah akibat pengaruh pedagang bangsa Hindu dan Arab di masa lampau.

Inilah sebabnya maka rakyat Papua anti kolonialisme, imperialisme dan neo-kolonialisme. Nenek moyang mereka tidak pernah menyembah-nyembah kepada orang lain, baik dalam lingkungan sendiri. Mereka lahir dan tumbuh di atas tanah airnya sendiri sebagai orang merdeka.

Nama Irian adalah satu nama yang mengandung arti politik. Frans Kaisiepo, almarhum, orang yang pertama mengumumkan nama ini pada konferensi di Malino-Ujung Pandang pada tahun 1945, antara lain berkata: “Perubahan nama Papua menjadi Irian, kecuali mempunyai arti historis, juga mengandung semangat perjuangan: IRIAN artinya Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”. (Buku PEPERA 1969 terbitan tahun 1972, hal. 107-108).

ARTI NAMA IRIAN
Nama Irian diciptakan oleh seorang Indonesia asal Jawa bernama Soegoro, bekas buangan Digul-Atas tetapi dibebaskan sehabis Perang Dunia kedua dan pernah menjabat Direktur Sekolah Pendidikan administrasi pemerintahan di Hollandia *) antara tahun 1945-1946.

Perubahan nama Irian Barat menjadi Irian Jaya, terjadi pada tahun 1973, juga mengandung arti politik. Regiem Militer Indonesia tidak menginginkan adanya pembagian Pulau Papua menjadi dua dan berambisi guna menguasai seluruhnya. Pendirian ini berdasarkan pengalaman tetang adanya dua Vietnam-Selatan dan Utara, tentang adanya dua Jerman-Barat dan Timur, dan tentang adanya dua Korea-Selatan dan Utara.

Irian Jaya berarti  Irian yang dimenangkan. Jaya berarti kemenangan. Jika huruf “Y” dipotong kakinya, maka akan terbaca Irian Java alias Irian Jawa.

*) SEJARAH NAMA JAYAPURA
Kota Jayapura adalah ibukota provinsi Papua, Indonesia. Kota ini merupakan ibukota provinsi yang terletak paling timur di Indonesia. Kota ini terletak di teluk Jayapura.

Dari tahun 1910 ke 1962, kota ini dikenal sebagai Hollandia dan merupakan ibukota distrik dengan nama yang sama di timur laut Papua Barat. Kota ini sempat disebut Kota Baru dan Sukarnopura sebelum memangku nama Jayapura pada tahun 1968.

Arti literal dari Jayapura, sebagaimana kota Jaipur di Rajasthan, adalah 'Kota Kemenangan' (bahasa Sansekerta jaya: "kemenangan"; pura: "kota").


Asal Usul Pohon Kelapa di Papua

Pada zaman dahulu hiduplah seorang laki-laki bernama Mora dengan istrinya yang cantik bernama Taribuy. Mora dan Taribuy adalah manusia pertama yang mendiami pulau Moor. Selama bertahun-tahun mereka berdua hidup ditengah-tengah hutan pulau karang itu. Kehidupan mereka hanya bergantung pada tumbuh-tumbuhan hutan dan hasil kebun mereka seperti tunas bambu (rebung), buah dan daun genemo, serta kacang merah dan kacang hijau.

Perjalanan hidup perkawinan dua sejoli suami istri ini berlangsung aman, damai dan sejahtera bertahun-tahun lamanya. Hanya masih tersisa satu keinginan mereka berdua kepada sang pencipta, yaitu mereka ingin memperoleh anak. Sang pencipta mendengar keinginan mereka, maka pada suatu hari Taribuy merasakan suatu perubahan dalam dirinya.

Pada awalnya ia masih bertanya-tanya apakah gerangan yang dia alami ini, setelah di renungkan akhirnya dia tau kalau yang dialami ini adalah jawaban dari sang pencipta akan keinginannya dan suaminya selama ini. Ia memahami bahwa didalam dirinya telah berlangsung suatu proses kehidupan, benih hasil cinta kasih antara dirinya dan suaminya selama bertahun-tahun. Ia hamil! Keadaan ini makin di rasakan ketika usia kehamilannya memasuki bulan ketiga dan keempat. Begitu Mora mengetahui bahwa istrinya sedang mengandung,betapa gembiranya dia sehingga dia mengambil keputusan untuk melakukan semua pekerjaan yang biasa mereka lakukan berdua. Sedang istrinya diharuskan tinggal di rumah menjaga keselamatannya dan juga bayi yang ada di kandungannya. Mora sangat bahagia dengan kehamilan istrinya dan dia sangat bersemangat mengolah kebun serta usaha yang lainnya.

Tak terasa tibalah waktunya istrinya Taribuay akan melahirkan. Mereka berdua mempersiapkan segala sesuatu untuk kelahiran anak mereka. Akhirnya Taribuay melahirkan seorang anak laki-laki dan diberi nama "Reio" yang artinya “kasihan dia”.

Hanya kebahagian yang selalu ada dalam kaluarga ini. Waktu terus berlalu hingga Reio sudah berumur lima tahun. Pertumbuhannya sangat di perhatikan oleh kedua orang tuanya. Mereka begitu bangga terhadap anak laki-laki mereka satu-satunya itu. Kehadirannya sungguh menyenangkan hati mereka, menjadi penghibur dikala kepenatan datang menghantui mereka.

Sayangnya, sang pencipta berkehendak lain! Mora ayah Reio mulai jatuh sakit. Sakitnya tak terobati, walaupun telah di lakukan berbagai usaha untuk mengembalikan kesehatannya. Segala usaha mereka tidak membuahkan hasil. Akhirnya Mora meninggal dunia, meninggalkan Taribuy dan Reio.

Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir Mora memanggil istrinya dan berkata: "Bila saya meninggal, kuburlah jenazah saya di halaman rumah dan kau jaga serta bersihkan. Kalau ada tumbuhan yang tumbuh di situ, kau jaga dan rawatlah dengan baik karena tumbuhan itu dapat menjamin kehidupan kalian berdua".



Taribuy dan Reio dengan tekun melaksanakan amanah yang dibebankan oleh Mora. Hari berlalu bulan pun berganti, Reio dengan setia menjaga pusara ayahnya sambil menanti apa yang akan terjadi seperti apa yang di pesankan ayahnya sebelum meninggal.

Akhirnya pada suatu malam, tumbuhlah sebatang pohon di antara pusara ayahnya, tepatnya di bagian kepala pusara ayahnya. Pohon itu dirawat dan di pelihara dengan baik, sehingga makin hari makin besar dan akhirnya berbuah. Reio dan ibunya Taribuy yang tidak pernah melihat pohon dan buah tersebut, merasa heran melihat bentuk dan jenis buah yang dihasilkan pohon tersebut.

Sambil memegangi buah dari pohon tersebut Reio mulai mereka-reka apa yang akan dilakukan dengan buah tersebut. Akhirnya dia mulai menguliti buah itu. dia mulai menguliti kulit serabut buah yang sangat tebal dan di balik kulit itu ternyata masih ada tempurung yang cukup keras. Setelah memecah tempurungnya maka terlihatlah isinya yang berwarna putih, yaitu daging kelapa. Dan pada buah yang masih muda dagingnya lembut dan pada buah yang sudah tua dagingnya agak keras.

Walau demikian tidak terlalu jauh berbeda cita rasa antara keduanya. Maka buah yang berasal dari pohon yang tumbuh di bagian kepala pusara Mora itu mencitrakan dirinya sendiri. Sabut kelapa mencitrakan rambutnya, tempurungnya mencitrakan tulangnya, mata dan mulut dicitraka pada tiga lubang yang biasanya terdapat di bagian puncak buah, dan air yang terdapat di dalam tempurung mencitrakan darahnya. Sedangkan isi dari buah itu mencitrakan daging dari tubuh Mora, dan tombong atau bakal tunas mencitrakan jantungnya. Buah itu di beri nama dalam bahasa Moor "Nera" yang artinya kepala Mora.

Dengan demikian bertambahlah perbendaharaan tanaman yang mereka miliki. Buah kelapa dengan dagingnya yang enak rasanya, air kelapa yang di minum menyegarkan, serta daun dan buah genemo yang di masak dengan santan kelapa terasa nikmat bila di makan. Itulah sebabnya sampai saat ini orang Moor suka sekali makan buah kelapa dan sayur daun genemo.




Irimiami dan Isoray (Papua)

Di daerah Yapen Timur, tempatnya di daerah Wawuti Revui terdapat sebuah gunung bernama Kemboi Rama. Masyarakat berkumpul dan berpesta di gunung itu. Di gunung itu juga tinggal seorang raja tanah atau Dewa bernama Iriwo Nowai. Dewa itu memiliki sebuah tipa atau Gendang yang diberi nama Sokirei  atau  , jika Gendang itu berbunyi orang-orang akan berdatangan dan berkumpul karena pada kesempatan itulah mereka dapat melihat Gendang itu. Akan tetapi, yang dapat melihat Gendang itu hanya orang-orang Tud berkekuatan Gaib.


Dewa Irowonawi mempunyai sebuah dusun yang banyak ditumbuhi tanaman Sagu, Yaitu Aroempi. Sagu merupakan makanan pokok daerah Wawutu Revui. Akan tetapi sagu itu, lama kelamaan berkuran. Dewa marah, kemudian tanaman Sagu itu dipindah ke daerah pantai disana mereka mendirikan daerah baru yang diberi nama Randuayaivi, setelah itu Kamboi Rama hanya tingal Iriwonawai dan sepasang Suami Istri bernama irimiami dan Isoray.

Pada suatu pagi, Isoray duduk diatas batu untuk menjemer diri, beberapa saat kemudian, batu yang didudukinya mengeluarkan Awan gumpalan (Awan Panas) sehingga dia tidak tahan duduk di batu itu. Kemudian Irimiami menduduki batu itu ternyata apa yang di rasakan Irimiami sama dengan yang dirasakan Isoroy. Setelah itu, Irimiami mengambil daging rusa dan diletakan diatas batu itu, tidak lama kemudian, daging rusa itu di angkat dan di makan ternyata daging Rusa itu terasa enak. Sejak itu, irimiami dan Isoray selalu meletakan makanan diatas batu itu.

Pada suatu hari, Irimiami dan Isoray mengosok buluh bambu di batu itu, tidak lama kemudian buluh bambu putus dan gosokan buluh bambu mengeluarkan percikan api. Irimiami dan Isoray heran, kemusian mereka mulai mengadakan percobaan diatas batu itu.

Keesokan harinya, mereka mengumpulkan rumput dan daun kering, rumput dan daun kering itu diletakan diatas batu itu tidak lama kemudian, rumput dan daun kering itu mengeluarkan gumpalan Awan seperti mereka pernah lihat. Irimiami dan Isoray menamakan batu iru keramat mereka mulai memuja batu itu.

Pada siang hari ketika Matahari memancarkan sinarnya, Irimiami dan Isoray mencoba meletakan ruput, daun dan ranting bambu diatas batu keramat itu mereka menunggu apa yang terjadi ternyata keluarlah awan merah yang sangat panas mereka ketakutan dan memohon kepada Dewa Iriwonawai agar memadamkan awan merah itu, permohonan mereka terkabul dan awan merah itu padam.

Hari berikutnya mereka mengumpulkan rumput, daun, dan kayu lebuh banyak. Benda-benda itu mereka letakan diatas batu keramat asap tebal mengepul di puncak gunung Kambol Rama selama enam hari Gedang pun berbunyi, masyarakat berkumpul ingin menyaksikan Gendang Soworai.

Irimiami dan Isorai menyambut baik kedatangan penduduk kampung Randuayaivui, mereka pun menceritakan peristiwa itu dan asal mula di temukan batu keramat. Penduduk tercengung mendengar cerita mereka, apabila mereka mencicipi makanan yang dipanaskan diatas batu keramat, oleh karena itu Irimiami dan isoray ingin ingin supaya diadakan paeta adapt.

Keesokan harinya, pesta adapt dimulai penduduk kampung Randiayaivibekumpul membawa pebekalan seperti, Sagu, Keladi, Daging dan makanan lainnya mereka bekumpul mengelilingi batu keramat, sambil meletakan rumput diatas batu itu, tidak lama kemudian keadaan sekitar gunung Kambi Rama menjadi sangat cerah dengar sinar api yang keluar dari batu keramat.

Pesta adat berlangsung selama 3 hari 3 malam, dalam pesta itu Irimiami dan Isoray memperhatikan peristiwa-peristiwa yang pernah mereka alami, kemudian Irimiami dan Isoray memerintahkan masyarakat yang hadir di pesta itu untuk mengelilingi batu keramat sambil menari dan memuja batu itu.

Inilah legenda masyarakat Irian Jaya yang sampai sekaran mengerematkan batu api penemuan Irimiami dan Isoray. Mereka juga percaya bahwa Irimiami dan Isoray adalah orang pertama menemukan api, sekali di lakukan upacara pemuja terhadap batu keramat itu.


Tifa dan Terompet Bambu (Papua)

Cerita Rakyat dari Asmat dan Merauke

Dahulu daerah Merauke memiliki sebuah tifa dan terompet bambu. Kelebihan kedua benda tadi adalah bila sekali saja orang menyentuh dengan kaki, tifa dan bambu itu berbunyi dengan sendirinya. Tetapi bila orang memegangnya, tifa dan bambu berhenti berbunyi.


Terompet Bambu suku Asmat

Konon ada suatu keluarga mempunyai seorang anak yang bermarga  Beorpit. Apabila terdengar bunyi tifa dan terompet bambu itu Beorpit gembira sekali. Oleh sebab itu pada suatu hari ia mengajak ayahnya untuk pergi dan mencari alat yang dibunyikan itu. Tetapi sang ayah menolak permintaan anaknya. Karena permintaannya ditolak, Beorpit menangis terus menerus setiap hari. Lama kelamaan tangisnya reda, namun karena dorongan keinginannya maka timbullah suatu rencana di benaknya.

Setelah menjadi besar, Beorpit meminta lagi kepada ayahnya agar membuat sebuah perahu baginya. Kali ini ayahnya bersedia lalu mengerjakan sebuah perahu.

Beberapa hari lamanya ayahnya tekun dalam menyelesaikan perahu itu.

Sehari sesudah perahu dikerjakan iapun berangkatlah. Seorangpun tak ada yang mengikutinya, karena tidak diketahui kemana ia hendak pergi dan apa maksudnya bepergian. Mereka merasa khawatir dan takut, kalau ia mendapat bahaya di perjalanan. Baik orang tua, sanak saudara bahkan seluruh penduduk kampung turut menangis atas kepergiannya. Namun ia berpegang teguh pada pendiriannya dan tetap berangkat dengan hati yang tenang. Dia mengayuh perahunya menuju muara kali. Dari muara kali kemudian Beorpit menyeberangi laut dan akhirnya tibalah ia di Merauke.
Setiba di Merauke hari sudah gelap.

Malam itu semua penduduk kampung sedang asyik menyanyi dan menari di Jew (rumah adat). Karena asyiknya, mereka tidak menyadari, bahwa ada orang dari tempat lain sedang mengintai.

Dalam suasana ramai itu tanpa diketahui, Beorpit menyusup masuk ke dalam Jew dan ikut menari di sudut kiri. Karena sudah kecapaian, merekapun tertidur di dalam Jew. Sementara itu Beorpit juga mencari tempat yang aman serta berdekatan dengan tifa dan bambu ajaib.

Sementara pura-pura tidur ia membaca mantranya, sehingga mempengaruhi orang-orang yang tertidur itu tidak dapat bergerak. Dalam kesempatan itu ia membunuh semua orang yang tertidur di dalam Jew. Sesudah itu Beorpit mengambil kepala orang-orang tadi beserta tifa dan bambu ajaib, lalu segera meninggalkan rumah itu. Kemudian ia kembali lagi dengan perahu ke kampungnya sendiri.

Setiba di kampung, penduduk menyambutnya dengan meriah sekali. Sebagai tanda penghormatan, ia dipikul orang kampung dari perahu dan dielu-elukan, mulai dari perahu sampai ke Jew, tifa dan bambu ajaibpun dibawa serta.
Setiba di Jew mereka masuk dan mengelilingi Beorpit. Karena melihat banyak orang berkerumun dan mendesaknya untuk mendengar kedua benda ajaib itu, maka iapun segera menyentuh tifa dan bambu ajaib dengan kedua kakinya. Detik itu juga kedua benda tadi berbunyilah serentak dengan nyaringnya. Orang yang mendengarnya tidak dapat menahan diri lagi, lalu merekapun ikut menyanyi dan menari dengan asyiknya.

Bagaimana dengan suasana orang-orang di Merauke, setelah Beorpit meninggalkan mereka?

Menurut kebiasaan, setiap pagi ibu-ibu membawa makanan kepada suami-suaminya yang bermalam di Jew. Ketika memasuki Jew mereka melihat bahwa semua orang-orang yang berada di Jew sudah mati. Suatu hal yang sangat mengejutkan mereka ialah bahwa orang-orang itu tidak berkepala lagi. Kejadian ini tersiar keseluruh kampung sehingga menyebabkan sebagian penduduk menjadi takut, sedangkan yang lain menangisi saudara-saudara mereka yang sudah dipotong kepalanya. Keadaan alam disekitarnya turut berubah menjadi gelap.

Sementara itu terdengarlah dari jauh bunyi tifa dan bambu ajaib di daerah Emari. Mendengar bunyi itu penduduk kampung menangis tersedu-sedu. Perasaan sedih menimbulkan kemarahan penduduk, karena mereka kehilangan saudara-saudaranya beserta dengan kedua benda ajaib itu.

Rupanya diantara penduduk ada seorang yang memberanikan diri dan bermaksud untuk membalas dendam. Konon orang itu juga bermarga Beorpit. Ia segera berangkat ke tempat, dimana terdengar bunyi tifa dan bambu ajaib itu. Beberapa hari lamanya ia mengarungi laut dan sungai, akhirnya tibalah pada tempat tujuannya. Ketika mendekati kampung Emari hari sudah gelap. Keadaan di sekitar kampung sepi, karena semua penduduk kampung sedang asyik menyanyi dan menari di Jew. Karena lelah mereka tertidur dengan nyenyaknya.

Sesudah mengamati keadaan maka Beorpit Merauke mulai melaksanakan rencana pembalasannya, sama seperti apa yang telah dilakukan Beorpit dari Asmat.

Selesai melaksanakan niatnya, ia kembali ke Merauke dengan membawa kedua benda ajaib itu.

Keesokan hari sebagian orang yang berada di rumah-rumah terkejut, karena mendengar berita bahwa orang-orang yang bermalam di Jew sudah dibunuh. Kejadian ini menimbulkan kesedihan pula bagi seluruh warga kampung. Ketika itu juga keadaan di sekitar kampungpun tiba-tiba menjadi gelap.

Sementara itu di Merauke terdengar pula, bunyi tifa dan bambu seperti sedia kala. Karena peristiwa yang dialami ini menyebabkan kematian saudara-saudaranya maka Beorpit Asmat berniat lagi untuk mengadakan pembalasan. Oleh sebab itu ia pergi lagi ke Merauke dan setibanya disana melakukan lagi hal yang sama seperti pertama kali. Ternyata ia berhasil dalam melaksanakan niatnya. Sesudah ia kembali ke kampung Emari, Semua orang bergembira atas keberhasilannya.

Kini kedua benda ajaib itu berada ditangan mereka. Menurut firasatnya pasti ada pembalasan lagi untuk merebut kedua benda tersebut. Oleh sebab itu untuk mempertahankan kedua benda ajaib itu, orang-orang Asmat mengatur siasat. Ketika hari telah malam, mereka membagi tugas untuk menjaga keamanan. Ada yang menjaga di tepi sungai, ada pula yang dibawah kolong Jew dan yang lainnya manjaga di tangga masuk.

Memang dugaan mereka tepat. Ternyata Beorpit dari Merauke yang dating hendak mengadakan pembalasan lagi. Tetapi nasibnya sangat malang, karena ia ditangkap kemudian dipancung kepalanya di dalam Jew.

Orang-orang Merauke lama menunggu utusannya, namun ia tak kunjung kembali. Karena terlalu lama menunggu mereka mengirim seorang lagi, namun nasibnya juga malang seperti Beorpit.

Akibat peristiwa ini orang-orang Asmat mengungsi ke kali Ayip. Karena mnurut menurut mereka tempat lama tidak menjamin keamanan hidupnya. Setelah berada di tempat baru mereka tinggal dalam keadaan aman dan tentram. Tifa dan bambu ajaib pun dibawa serta dan telah menjadi milik pusakanya.


Jenis-jenis HANTU dari PAPUA

1. SPOK
Gambaran SPOK dalam film Melody Kota Rusa :


Spok merupakan sebutan hantu yang paling terkenal di desa Muting dan sekitarnya. mungkin asal katanya dari kata SPOOKY yang dibawa oleh Belanda dahulu. SPOK ini konon digambarkan muncul dihutan lebat pada siang hari. bentuknya juga macam macam menurut orang. ada yang bilang bentuknya seperti manusia yang menggunakan baju dari dedaunan dan bentuknya besar dan hitam. kalau di Jawa mungkin orang bilang semacam Genderuwo penunggu hutan barangkali. tapi lama kelamaan SPOK menjadi sebuah trend sebutan pengganti kata Hantu atau Setan di sana. sehingga kalau lewat kuburan malam malam yang takut akan bilang : hati hati awas ada Spok !

sewaktu kecil sa dengan kawan kawan sering masuk hutan untuk berburu dan kalau ada sa pu teman yang batariak : Ada spook ! maka kita langsung lari keluar dari hutan tanpa pikir panjang lagi.
( adegan ini sudah pernah di rekontruksikan dalam film melody kota rusa, persis seperti itu reaksi orang yang melihat Spok dihutan )


2. SUANGGI



Ini adalah sebutan Orang penganut Ilmu hitam di Papua. kalau di Jawa mungkin semacam santet atau Babi Ngepet. cerita disetiap daerah papua juga berbeda beda. disini sa mau cerita Suanggi dari Desa Muting saja. nanti yang dari daerah lain bisa share lagi versi mereka.
kalau di Muting, Suanggi itu dipercaya bisa makan daging manusia dari jarak jauh. jadi kalau dia su makan kita pu badan ini, tidak lama kemudian orang yang su dimakan itu akan meninggal karena sakit. katanya kalau orang pintar mereka yang lihat, daging orang yang kena Suanggi itu su diganti dengan daun daun. Suanggi biasa terjadi antar kampung dan biasanya saling balas membalas. Orang yang berilmu suanggi juga biasa terbang menggunakan pelepah daun kelapa dan bisa merubah wujud mereka jadi binatang apa saja untuk masuk kedalam rumah. misalnya saja bisa merubah diri menjadi Cicak.
tapi yang anehnya itu, di daerah Muting kepercayaan terhadap Suanggi ada yang menyatakan bahwa yang bisa terkena Suanggi itu hanyalah sesama orang yang berdarah asli papua saja. sedangkan orang pendatang katanya tidak mempan dengan Ilmu Suanggi itu. atau juga ada yang bilang katanya daging pendatang tidak enak rasanya lebih enak daging orang Papua asli.

di Muting pernah diadakan rapat pertemuan besar seluruh kampung membahas masalah Suanggi ini. salah satu kampung menuduh kampung yang lain melakukan Suanggi terhadap masyarakatnya sehingga banyak yang meninggal tiba tiba karena sakit. waktu itu sa masih kelas 5 SD dan jadi saksi mata dari pertemuan itu, yang menghasilkan keputusan tidak jelas pula karena hal tersebut susah dibuktikan. akhirnya rapat itupun tidak ada hasilnya juga.

yang uniknya, ada sebuah pesta adat yang biasanya diselenggarakan pada hari kemerdekaan 17 agustus. nah dipesta adat yang diadakan dilapangan bola ini, kita yang nonton acara itu dikasih oles getah dari daun tertentu yang gunanya katanya melindungi kita dari serangan ilmu hitam itu. yang paling berbahaya adalah apabila sang dukun memutar sebuah tali yang katanya itu adalah baling baling pesawatnya suanggi. karena kita harus menghargai adat maka waktu itu sa ikut semua syarat syarat itu supaya sa juga bisa nonton dengan teman teman.


3. LEGENDA TUKANG POTONG KEPALA



Bagi anak anak angkatan tahun 70 an, 80 an didesa desa terpencil Papua yang kala itu sedang ramai pembangunan jembatan oleh pemerintah orde baru pasti mengenal cerita ini.
dulu ada mitos bahwa jembatan itu dibangun dengan meletakkan kepala manusia didasar tiang pancang pertamanya tujuannya agar jembatan itu kuat dan awet ratusan tahun. maka mulailah mitos itu menyebar keseluruh penjuru kampung. menurut ceritanya para pemburu kepala itu biasanya menggunakan kuda dan sasarannya adalah orang orang yang lewat ditengah hutan.

jadilah sewaktu kecil kita sangat ketakutan dengan cerita ini. sa ingat dulu setiap kita lihat ada orang naik kuda, kita langsung lari pulang kerumah ketakutan sekali. yang paling takut masa itu adalah anak anak kecil sebab ada isu menyebutkan bahwa kepala anak anak yang paling banyak dicari. yang paling lucu juga itu sa ingat waktu kita ada main jalan jalan cari burung dengan kartapel dihutan, terus kita keluar tembus kejalan besar ketemu dengan beberepa pekerja yang sedang memperbaiki jembatan gorong gorong yang rusak. itu sa ingat kita semua lari tunggang langgang pulang kerumah karena takut jangan sampe dapat potong kepala dari pekerja jembatan itu. itu cerita lucu sekali.

kisah ini sebenarnya juga masih kontroversi, ada yang bilang itu hanya mitos belaka tapi ada yang bilang juga betulan. sa malah dengar untuk pembangunan bandara udara juga katanya mereka tanam kepala manusia juga buat bikin kuat de pu pondasi lama. tapi kalau bagi saya biar saja itu legenda jadi kenangan saja. baik atau buruk toh hanya sekedar legenda.

waktu ada film barat judulnya Sleepy Hollow itu sa jadi ingat legenda ini.

4. KUPUK

illustrasinya kira kira seperti ini :


Ini sebenarnya sejenis hantu juga atau makhluk jadi jadian sekelas SPOK, tapi bedanya kupuk ini punya ciri khas tertentu. dan korban kupuk ini lebih banyak yang sudah sa saksikan sendiri didepan mata. salah satunya sa pu om sendiri yang dapat tabrak dari kupuk sampai pingsan. kupuk konon berciri fisik pendek, putih putih dan kalau jalan itu cepat sekali semacam The Flash kalau superhero begitu. makanya hati hati kalau jalan pas kita dapat tabrak dari dia bisa langung merah merah kita pu badan atau bisa juga pingsan kalau tabrakannya keras. banyak sa pu kawan yang pernah dapat tabrak kupuk, memang sa lihat sendiri de pu badan merah kayak ada yang tumbuk dia begitu.
gara gara ciri khas fisik kupuk yang pendek ini akhirnya kadang dijadikan ejekan teman teman disekolah kalau ada yang badannya pendek dibilang dia macam kupuk saja.


Asal Mula Danau Sentani (Papua)

oleh Kumpulan Dongeng & Cerita Rakyat pada 8 November 2011 jam 19:34
Terkisah seorang bernama Haboi, penduduk kampung di atas bukit dekat Dondai yang disebut Yomoko. Kampung ini dipimpin oleh Ondofolo Wally.

Suatu ketika langit menjadi semakin kelam diliputi kegelapan di siang hari. Menghadapi situasi ini, Orang-orang Yomoko berunding dan bersepakat mendorong langit ke atas dan bumi tetap di tempatnya, supaya ada cahaya terang di bumi.

Pada saat itu, Haboi memperhatikan dengan teliti bahwa orang-orang di Kampung Yamoko tidak mempunyai air dan api untuk dapat hidup layak sebagai manusia. Karena itu, Haboi dan Ondofolo Wally mengambil sebuah gelang kristal yang disebut ‘eba’ dan tiga butir manik-manik yang disebut hawa, hay dan naro. Kedua orang ini bertekad menghadap Dobonai, penguasa hak atas air yang berdiam di Puncak Gunung Dobonsolo.

Suatu pagi yang cerah, Haboi berjalan menuruni Bukit Yomoko memasuki hutan dataran rendah ke utara kemudian mendaki, menyusuri jalan setapak dalam rimba Pegunungan Cycloops diikuti dari belakang oleh Ondofolo Wally. Tanpa diketahui oleh keduanya, Di Puncak Gunung Dobonsolo, seekor Burung Emien milik Dobonai menginformasikan kedatangan mereka kepada penguasa air itu. Burung itu kemudian ditugaskan oleh Dobonai untuk menjemput Haboi dan Ondofolo Wally. Kedua orang ini berniat membeli air di Dobonai. Setelah berbincang-bincang menyampaikan kehendak yang terkandung dalam pikiran mereka, Dobonai menyetujuinya dengan syarat harus melakukan pembayaran melalui dua orang petugasnya sebelum mengambil air. Kedua orang yang ditunjuk Dobonai bernama Dukumbuluh dan Roboniwai.

Haboi dan Ondofolo Wally pergi menghadap dua orang itu, namun mereka melakukan kekeliruan ketika menyerahkan alat pembayaran yang mereka bawa. Gelang eba yang bernilai paling mahal diserahkan kepada Roboniwai dan manik-manik yang bernilai murah diberikan kepada Dukumbuluh.

Dalam struktur fungsi kekuasaan para penguasa air di Gunung Dobonsolo, Dukumbuluh memiliki posisi atas/tua, sedangkan Roboniwai memiliki kewenangan di bawahnya karena usia yang masih muda. Akibat dari kekeliruan Haboi dan Ondofolo Wally, Dukumbuluh menjadi berang sehingga mengakibatkan guruh dan halilintar disertai hujan badai yang sangat deras.

Setelah kondisi itu diatasi, maka keempat orang tersebut pergi menghadap Dobonai. Haboi dan Ondofolo Wally membawa ember kecil yang terbuat dari daun-daun (habu). Mula-mula Dobonai membawa mereka ke suatu tempat di alam terbuka yang berisi air yang sangat keruh. Haboi dan Ondofolo Wally tidak bersedian menerima air keruh. Oleh karena itu, Dobonai mengantar mereka ke tempat lain yang biasa digunakan sebagai tempat pemandian. Mereka tetap menolak air dari kolam tempat mandi Dobonai yang dianggap masih tergolong air kotor. Akhirnya Dobonai membuka tempat sumber air minum yang jernih.

Kebetulan ada seekor ikan yang disebut Ikan Yowi di dalam air bening itu. Mereka mengisi ember daun-daun itu dengan air dan ikan tersebut. Dobonai menutup ember agar air tidak tumpah sambil berpesan agar selama dalam perjalanan pulang, tidak boleh berburu. Semua perlengkapan berburu diikat erat-erat agar tidak dapat digunakan.

Dalam perjalanan pulang, Haboi dan Ondofolo Wally melihat seekor babi hutan yang sangat besar. Mereka tergoda dan menurunkan ember kecil berisi air, meletakkan di atas tanah kemudian mencoba membuka peralatan berburu dari ikatannya untuk memanah babi namun tak disadari ember pecah, air di dalamnya tumpah menjadi air bah yang menghanyutkan keduanya dari tengah Gunung Dobonsolo. Haboi dan Ondofolo Wally menghentikan derasnya air bah dengan membenamkan ujung sebilah pisau belati yang terbuat dari tulang hewan ke tanah. Air masuk ke arah tikaman pisau belati kemudian keluar lagi dan memenuhi seluruh dataran rendah, bekas air bah itu membentuk sebuah danau besar di hadapan mereka. Air danau menghalangi perjalanan pulang Haboi dan Ondofolo Wally ke Yomoko, karena itu mereka menebang sebatang pohon yang dibentuk menjadi sebuah perahu dan dayung yang mengantar keduanya pulang kembali ke Kampung Bukit Yomoko.

Setiba di Yomoko, mereka melihat air danau tersebut ternyata sangat keruh. Haboi memerintahkan anak sulung Ondofolo Wally untuk menyelam ke dalam air kabur, namun anak itu terbenam ke dalam air bercampur dengan lumut dan lumpur tanah. Jazad anak itu hanyut ke Kampung Yakonde di barat, berputar kembali sampai ke Kampung Puai dan Sungai Jaifuri, bahkan menurut cerita ini sampai ke Sungai Skamto dan Tami di timur kemudian kembali memasuki danau di sekitar Kampung Puai. Haboi dan keluarga Ondofolo Wally mencari jenazah anak itu hingga menemukannya sedang terapung di permukaan air danau dekat Puai. Haboi meminta istri Ondofolo Wally mendekati jazad anaknya, namun ia juga tenggelam dan meninggal dunia bersama puteranya itu. Akhirnya, Haboi dan Ondofolo Wally pulang ke Yamoko tanpa membawa pulang jazad dua orang yang dikasihi.





No comments: