Oleh : dr. Dissy Pramudita
Amenorea
Definisi
Amenorea adalah keadaaan tidak
terjadinya menstruasi pada seorang wanita. Hal tersebut normal terjadi
pada masa sebelum pubertas, kehamilan dan menyusui, dan setelah menopause.
Siklus menstruasi normal meliputi interaksi antara komplek
hipotalamus-hipofisi-aksis indung telur serta organ reproduksi yang sehat
(lihat artikel menstruasi). Amenorea sendiri
terbagi dua, yaitu:
- Amenorea primer
Amenorea primer adalah keadaan tidak terjadinya
menstruasi pada wanita usia 16 tahun. Amenorea primer terjadi pada 0.1 – 2.5%
wanita usia reproduksi
- Amenorea sekunder
Amenorea sekunder adalah tidak terjadinya menstruasi
selama 3 siklus (pada kasus oligomenorea ), atau 6 siklus setelah sebelumnya mendapatkan siklus menstruasi
biasa. Angka kejadian berkisar antara 1 – 5%
Penyebab
Penyebab tersering dari amenorea primer adalah:
- Pubertas terlambat
- Kegagalan dari fungsi indung telur
- Agenesis uterovaginal (tidak tumbuhnya organ rahim dan vagina)
- Gangguan pada susunan saraf pusat
- Himen imperforata yang menyebabkan sumbatan keluarnya darah menstruasi dapat dipikirkan apabila wanita memiliki rahim dan vagina normal
Gambar 1. Himen Imperforata
Penyebab
terbanyak dari amenorea sekunder adalah kehamilan, setelah kehamilan,
menyusui, dan penggunaan metode kontrasepsi disingkirkan, maka penyebab
lainnya adalah:
- Stress dan depresi
- Nutrisi yang kurang, penurunan berat badan berlebihan, olahraga berlebihan, obesitas
- Gangguan hipotalamus dan hipofisis
- Gangguan indung telur
- Obat-obatan
- Penyakit kronik dan Sindrom Asherman
Gambar 2. Komplek hipotalamus-hipofisi-aksis indung telur
Tanda dan gejala
Tanda
amenorea adalah tidak didapatkannya menstruasi pada usia 16 tahun,
dengan atau tanpa perkembangan seksual sekunder (perkembangan payudara,
perkembangan rambut pubis), atau kondisi dimana wanita tersebut tidak
mendapatkan menstruasi padahal sebelumnya sudah pernah mendapatkan menstruasi. Gejala
lainnya tergantung dari apa yang menyebabkan terjadinya amenorea.
Perkembangan pubertas pada wanita normal digambarkan melalui Stadium
Tanner yaitu :
Usia
|
Perkembangan
Payudara |
Perkembangan
Rambut Pubis |
Stadium Tanner
(Perkembangan Payudara) |
Stadium Tanner
(perkembangan rambut Pubis) |
Pertumbuhan Awal
(8-10 tahun) |
Papila payudara
mulai menggunung |
Belum ada rambut pubis
|
1
|
1
|
Thelarche (9-11)
|
Seperti Adrenarche
untuk Stadium 2 |
Seperti Adrenarche
untuk Stadium 2 |
2
|
1
|
Adrenarche (9-11)
|
2
|
2
|
||
Puncak Pertumbuhan
(11-13) |
3
|
3
|
||
Menarche
(12-14) |
4
|
4
|
||
Dewasa
(13-16) |
5
|
6
|
Pemeriksaan Penunjang
Pada
amenorea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan seksual
sekunder maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (indung
telur, rahim, perlekatan dalam rahim) melalui pemeriksaan USG,
histerosalpingografi, histeroskopi, dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI). Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas
sekunder maka diperlukan pemeriksaan kadar hormon FSH dan LH.
Setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorea sekunder, maka dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormone
(TSH) karena kadar hormon tiroid dapat mempengaruhi kadar hormon
prolaktin dalam tubuh. Selain itu kadar hormon prolaktin dalam tubuh
juga perlu diperiksa. Apabila kadar hormon TSH dan prolaktin normal,
maka Estrogen / Progestogen Challenge Test adalah
pilihan untuk melihat kerja hormon estrogen terhadap lapisan
endometrium dalam rahim. Selanjutnya dapat dievaluasi dengan MRI.
Terapi
Pengobatan
yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorea yang dialami,
apabila penyebabnya adalah obesitas, maka diet dan olahraga adalah
terapinya. Belajar untuk mengatasi stress dan menurunkan aktivitas
fisik yang berlebih juga dapat membantu. Terapi
amenorea diklasifikasikan berdasarkan penyebab saluran reproduksi atas
dan bawah, penyebab indung telur, dan penyebab susunan saraf pusat.
A. Saluran reproduksi
- Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat diterapi dengan krim estrogen
- Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput dara tidak memiliki lubang), septa vagina (vagina memiliki pembatas diantaranya). Diterapi dengan insisi atau eksisi (operasi kecil)
- Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser. Sindrom ini terjadi pada wanita yang memiliki indung telur normal namun tidak memiliki rahim dan vagina atau memiliki keduanya namun kecil atau mengerut. Pemeriksaan dengan MRI atau ultrasonografi (USG) dapat membantu melihat kelainan ini. Terapi yang dilakukan berupa terapi non-bedah berupa dilatasi (pelebaran) dari tonjolan di tempat seharusnya vagina berada atau terapi bedah dengan membuat vagina baru menggunakan skin graft
- Sindrom feminisasi testis. Terjadi pada pasien dengan kromosom 46, XY kariotipe, dan memiliki dominan X-linked sehingga menyebabkan gangguan dari hormon testosteron. Pasien ini memiliki testis dengan fungsi normal tanpa organ dalam reproduksi wanita (indung telur, rahim). Secara fisik bervariasi dari wanita tanpa pertumbuhan rambut ketiak dan pubis sampai penampakan seperti layaknya pria namun infertil (tidak dapat memiliki anak)
- Parut pada rahim. Parut pada endometrium (lapisan rahim) atau perlekatan intrauterine (dalam rahim) yang disebut sebagai sindrom Asherman dapat terjadi karena tindakan kuret, operasi sesar, miomektomi (operasi pengambilan mioma rahim), atau tuberkulosis. Kelainan ini dapat dilihat dengan histerosalpingografi (melihat rahim dengan menggunakan foto roentgen dengan kontras). Terapi yang dilakukan mencakup operasi pengambilan jaringan parut. Pemberian dosis estrogen setelah operasi terkadang diberikan untuk optimalisasi penyembuhan lapisan dalam rahim
- Gangguan Indung Telur
- Disgenesis gonadal. Disgenesis gonadal adalah tidak terdapatnya sel telur dengan indung telur yang digantikan oleh jaringan parut. Terapi yang dilakukan dengan terapi penggantian hormon pertumbuhan dan hormon seksual
- Kegagalan Ovari Prematur. Kelaianan ini merupakan kegagalan dari fungsi indung telur sebelum usia 40 tahun. Penyebabnya diperkirakan kerusakan sel telur akibat infeksi atau proses autoimun
- Tumor ovarium. Tumor indung telur dapat mengganggu fungsi sel telur normal
- Gangguan Susunan Saraf Pusat
- Gangguan hipofisis. Tumor atau peradangan pada hipofisis dapat mengakibatkan amenorea. Hiperprolaktinemia (hormone prolaktin berlebih) akibat tumor, obat, atau kelainan lain dapat mengakibatkan gangguan pengeluaran hormon gonadotropin. Terapi dengan menggunakan agonis dopamin dapat menormalkan kadar prolaktin dalam tubuh. Sindrom Sheehan adalan tidak efisiennya fungsi hipofisis. Pengobatan berupa penggantian hormon agonis dopamin atau terapi bedah berupa pengangkatan tumor
- Gangguan hipotalamus. Sindrom polikistik ovari, gangguan fungsi tiroid, dan Sindrom Cushing merupakan kelainan yang menyebabkan gangguan hipotalamus. Pengobatan sesuai dengan penyebabnya
- Hipogonadotropik, hipogonadism. Penyebabnya adalah kelainan organik dan kelainan fungsional (anoreksia nervosa atau bulimia). Pengobatan untuk kelainan fungsional membutuhkan bantuan psikiater.
Menoragia
Siklus menstruasi yang normal berlangsung antara 21-35 hari, selama 2-8 hari dengan jumlah darah haid sekitar 25-80 ml/hari. Menoragia merupakan suatu kelainan menstruasi dimana perdarahan menstruasi lebih dari 80ml/hari pada siklus yang normal. Sementara menstruasi yang berlangsung lebih dari 7 hari disebut sebagai hipermenorrea. Menstruasi yang berlangsung berkepanjangan dengan jumlah darah yang terlalu banyak untuk dikeluarkan setiap harinya dapat menyebabkan tubuh kehilangan terlalu banyak darah sehingga memicu terjadinya anemia. Gejala-gejala yang timbul akibat anemia diantaranya adalah napas menjadi lebih pendek, mudah lelah, jari tangan dan kaki menjadi kebas, sakit kepala, depresi, konsentrasi menurun, dll.
Penderita menoragia dapat mengalami beberapa gejala seperti:
- pasien perlu mengganti pembalut hampir setiap jam selama beberapa hari berturut-turut
- perlunya mengganti pembalut di malam hari atau pembalut ganda di malam hari
- menstruasi berlangsung lebih dari 7 hari
- darah menstruasi dapat berupa gumpalan-gumpalan darah
- terdapat tanda-tanda anemia, seperti napas lebih pendek, mudah lelah, pucat, kurang konsentrasi, dll.
Timbulnya perdarahan yang berlebihan saat terjadinya menstruasi (menorragia) dapat terjadi akibat beberapa hal, diantaranya:
a. adanya kelainan organik :
- infeksi saluran reporduksi
- kelainan koagulasi, misal : akibat von willebrand disease, kekurangan protrombin, idiopatik trombositopenia purpura (ITP), dll
- Disfungsi organ yang menyebabkan terjadinya menoragia seperti gagal hepar atau gagal ginjal. Penyakit hati kronik dapat menyebabkan gangguan dalam menghasilkan faktor pembekuan darah dan menurunkan hormon estrogen.
c. Kelainan anatomi rahim seperti adanya mioma uteri, polip endometrium, hiperplasia endometrium, kanker dinding rahim dan lain sebagainya.
d. Iatrogenik : misal akibat pemakaian IUD, hormon steroid, obat-obatan kemoterapi, obat-obatan anti-inflamasidan obat-obatan antikoagulan
Pengobatan
Pengobatan menorrhagia sangat tergantung kepada penyebabnya. Untuk memastikan penyebabnya, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan darah, tes pap smear, biopsi dinding rahim, pemeriksaan USG, dan lain sebagainya. Jika menoragia diikuti oleh adanya anemia, maka zat besi perlu diberikan untuk menormalkan jumlah hemoglobin darah. Terapi zat besi perlu diberikan untuk periode waktu tertentu untuk menggantikan cadangan zat besi dalam tubuh. Selain itu, menorrhagia juga dapat diterapi dengan pemberian hormon dari luar, terutama untuk menorrhagia yang disebabkan oleh gangguan keseimbangan hormonal. Terapi hormonal yang diberikan iasanya berupa obat kontrasepsi kombinasi atau pill kontrasepsi yang hanya mengandung progesteron. Menorrhagia yang terjadi akibat adanya mioma dapat diterapi dengan melakukan terapi hormonal atau dengan pengangkatan mioma dalam rahim baik dengan kuretase ataupun dengan tindakan operasi.
Oligomenorea
Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, dengan lama keluarnya darah haid berlangsung selama 2-8 hari. Tidak semua wanita mengalami siklus menstruasi yang teratur setiap bulannya. Kelainan pada siklus menstruasi dapat berupa polimenorea, oligomenorea ataupun amenorea. Oligomenorea merupakan suatu keadaan dimana siklus menstruasi memanjang lebih dari 35 hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama. Wanita yang mengalami oligomenorea akan mengalami menstruasi yang lebih jarang daripada biasanya. Namun, jika berhentinya siklus menstruasi ini berlangsung selama lebih dari 3 bulan, maka kondisi tersebut dikenal sebagai amenorea sekunder. Oligomenorea biasanya terjadi akibat adanya gangguan keseimbangan hormonal pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium. Gangguan hormon tersebut menyebabkan lamanya siklus menstruasi normal menjadi memanjang, sehingga menstruasi menjadi lebih jarang terjadi. Oligomenorea sering terjadi pada 3-5 tahun pertama setelah haid pertama ataupun beberapa tahun menjelang terjadinya menopause. Oligomenorea yang terjadi pada masa-masa itu merupakan variasi normal yang terjadi karena kurang baiknya koordinasi antara hipotalamus, hipofisis dan ovarium pada awal terjadinya menstruasi pertama dan menjelang terjadinya menopause, sehingga timbul gangguan keseimbaangan hormon dalam tubuh. Disamping itu, oligomenorea dapat juga terjadi pada :
- Gangguan indung telur, misal : Sindrome Polikistik Ovarium (PCOS)
- Stress dan depresi
- Sakit kronik
- Pasien dengan gangguan makan (seperti anorexia nervosa, bulimia)
- Penurunan berat badan berlebihan
- Olahraga berlebihan, misal atlit
- Adanya tumor yang melepaskan estrogen
- Adanya kelainan pada struktur rahim atau serviks yang menghambat pengeluaran darah menstruasi
- Penggunaan obat-obatan tertentu
- dsb
Pemeriksaan ke dokter kandungan harus segera dilakukan ketika oligomenorea sudah berlangsung lebih dari 3 bulan dan mulai menimbulkan gangguan kesuburan.
Pengobatan
Pengobatan yang diberikan kepada penderita oligomenorea akan disesuaikan dengan penyebabnya. Oligomenorea yang terjadi pada tahun-tahun pertama setelah haid pertama dan oligomenorea yang terjadi menjelang menopause tidak memerlukan pengobatan yang khusus. Sementara oligomenorea yang terjadi pada atlet dapat diatasi dengan mengubah pola latihan dan mengubah pola makan hingga didapatkan siklus menstruasi yang reguler kembali. Pada umumnya, disamping mengatasi faktor yang menjadi penyebab timbulnya ligomenorea, penderita oligomenorea juga akan diterapi dengan menggunakan terapi hormon, diantaranya dengan mengkonsumsi obat kontrasepsi. Jenis hormon yang diberikan akan disesuaikan dengan jenis hormon yang mengalami penurunan dalam tubuh (yang tidak seimbang). Pasien yang menerima terapi hormonal sebaiknya dievaluasi 3 bulan setelah terapi diberikan, dan kemudian 6 bulan untuk reevaluasi efek yang terjadi.
Polimenorea
Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, dengan lama keluarnya darah haid berlangsung selama 2-8 hari. Tidak semua wanita mengalami siklus menstruasi yang teratur setiap bulannya. Kelainan pada siklus menstruasi dapat berupa polimenorea, oligomenorea ataupun amenorea.
Ketika seorang wanita mengalami siklus menstruasi yang lebih sering (siklus menstruasi yang lebih singkat dari 21 hari), hal ini dikenal dengan istilah polimenorea. Wanita dengan polimenorea akan mengalami menstruasi hingga dua kali atau lebih dalam sebulan, dengan pola yang teratur dan jumlah perdarahan yang relatif sama atau lebih banyak dari biasanya. Polimenorea harus dapat dibedakan dari metroragia. Metroragia merupakan suatu perdarahan iregular yang terjadi di anatara dua waktu menstruasi. Pada metroragia menstruasi terjadi dalam waktu yang lebih singkat dengan darah yang dikeluarkan lebih sedikit.
Penyebab
Timbulnya menstruasi yang lebih sering ini tentunya akan menimbulkan kekhawatiran pada wanita yang mengalaminya. Polimenorea dapat terjadi akibat adanya ketidakseimbangan sistem hormonal pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium. Ketidak seimbangan hormon tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada proses ovulasi (pelepasan sel telur) atau memendeknya waktu yang dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu siklus menstruasi normal sehingga didapatkan menstruasi yang lebih sering. Gangguan keseimbangan hormon dapat terjadi pada :
- Pada 3-5 tahun pertama setelah haid pertama
- Beberapa tahun menjelang menopause
- Gangguan indung telur
- Stress dan depresi
- Pasien dengan gangguan makan (seperti anorexia nervosa, bulimia)
- Penurunan berat badan berlebihan
- Obesitas
- Olahraga berlebihan, misal atlit
- Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti antikoagulan, aspirin, NSAID, dll
- dsb
Pada umumnya, polimenorea bersifat sementara dan dapat sembuh dengan sendirinya. Penderita polimenorea harus segera dibawa ke dokter jika polimenorea berlangsung terus menerus. Polimenorea yang berlangsung terus menerus dapat menimbulkan gangguan hemodinamik tubuh akibat darah yang keluar terus menerus. Disamping itu, polimenorea dapat juga akan menimbulkan keluhan berupa gangguan kesuburan karena gangguan hormonal pada polimenorea mengakibatkan gangguan ovulasi (proses pelepasan sel telur). Wanita dengan gangguan ovulasi seringkali mengalami kesulitan untuk mendapatkan keturunan.
Pengobatan
Tujuan terapi pada penderita polimenorea adalah mengontrol perdarahan, mencegah perdarahan berulang, mencegah komplikasi, mengembalikan kekurangan zat besi dalam tubuh, dan menjaga kesuburan. Untuk polimenorea yang berlangsung dalam jangka waktu lama, terapi yang diberikan tergantung dari status ovulasi pasien, usia, risiko kesehatan, dan pilihan kontrasepsi. Kontrasepsi oral kombinasi dapat digunakan untuk terapinya. Pasien yang menerima terapi hormonal sebaiknya dievaluasi 3 bulan setelah terapi diberikan, dan kemudian 6 bulan untuk reevaluasi efek yang terjadi.
No comments:
Post a Comment